Sejarah TNI AU

Pada tanggal 17 Agustus 1945 atas nama bangsa Indonesia Soekarno – Hatta memproklamasikan kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta dengan dihadiri oleh para pemuda dari segala penjuru Jakarta. Sore harinya, para pemuda tersebut mengadakan pawai akbar, dan di depan proklamator kemerdekaan Indonesia Soekarno – Hatta, mereka menyatakan kebulatan tekad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Mulai saat itulah rakyat Indonesia berjuang mempertahankan kemerdekaan dari ancaman kembalinya belenggu penjajahan Belanda dan Jepang.

Esok harinya, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melaksanakan sidang dan hasil keputusan penting pada sidang tersebut yaitu, secara aklamasi mengangkat Ir. Soekarno sebagai Presiden dan Drs. Mohamad Hatta sebagai Wakil Presiden serta mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara Indonesia.

Pada sidang kedua, 19 Agustus 1945 dilaksanakan sidang kembali dan pada sidang tersebut, PPKI menyetujui pembentukan kabinet dengan 12 kementerian serta penunjukan para menterinya, dan salah satu kementerian adalah Kementerian Keamanan Rakyat yang menterinya dirangkap oleh Presiden Republik Indonesia. Pada sidang tersebut juga diputuskan untuk membentuk tentara kebangsaan, namun pada tanggal 22 Agustus 1945 keputusan ini ditangguhkan atas dasar pertimbangan politis karena setelah Perang Dunia ke II suasana masih diliputi anti fasisme dan militerisme.

Lahirnya Angkatan Udara
Pada tanggal 23 Agustus 1945, PPKI membentuk tiga wadah perjuangan yaitu: Komite Nasional Indonesia (KNI), Partai Nasional Indonesisa (PNI) dan Badan Keamanan Rakyat (BKR). BKR adalah badan yang bertugas untuk menjamin ketentraman umum dan merupakan bagian dari Badan Penolong Keluarga Korban Perang (BPKKP). Dengan terbentuknya BKR, Presiden mengamanatkan kepada seluruh rakyat Indonesia agar tetap tenang, memegang teguh disiplin dan siap sedia berjuang untuk Indonesia merdeka. Kepada semua pejuang mantan prajurit PETA, HEIHO, Pelaut dan pemuda-pemuda diperintahkan untuk sementara waktu bergabung dan bekerja dalam BKR. Kemudian berdirilah BKR Udara di daerah-daerah yang memiliki pangkalan udara atau pemusatan unsur-unsur penerbangan.

Pada tanggal 5 Oktober 1945, BKR ditingkatkan menjadi TKR, maka BKR Udarapun otomatis menjadi TKR Udara yang dikenal dengan TKR Djawatan Penerbangan. Pada tanggal 12 November 1945 di Yogjakarta dilaksanakan Konferensi TKR dan peserta konferensi bersepakat untuk secepatnya dapat mengembangkan kekuatan udara Indonesia. Sebagai realisasinya, pada tanggal 12 Desember 1945, Markas Tertinggi TKR mengeluarkan pengumuman yang ditandatangani Kepala Staf Umum Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo yang menyatakan;

Pembentukan Bagian Penerbangan pada MT TKR.
Terhitung mulai tanggal 10 Desember 1945, semua kekuatan bagian penerbangan di Indonesia, termasuk prajurit, pegawai pangkalan dan alat-alatnya ditempatkan di bawah Kepala Bagian Penerbangan.
Kepala Bagian Penerbangan berkedudukan di Markas Besar Umum dan ditetapkan Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala TKR Bagian Penerbangan dan Sukarnen Martokusumo sebagai Wakilnya.

Tanggal 25 Januari 1946 Tentara Keamanan Rakyat (TKR) berubah nama menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI), TKR Djawatan Penerbanganpun mengalami perubahan karena makin besarnya kepercayaan pemerintah dan rakyat kepadanya. Hal ini terbukti dengan dikeluarkannya Penetapan Pemerintah Nomor : 6/SD/1946 yang berisi tentang Pembentukan Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara, dan menetapkan Komodor Udara Soerjadi Soerjadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Udara pertama. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai Hari Angkatan Udara.

Perjalanan TNI Angkatan Udara untuk menjadi sebuah angkatan perang diwarnai berbagai peristiwa bersejarah. Diawali dengan berdirinya Badan Keamanan Rakyat Bagian Udara, kemudian berubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat Jawatan Penerbangan. Organisasi ini kemudian berkembang menjadi Tentara Republik Indonesia Angkatan Udara. Kekuatan utama saat itu adalah pesawat-pesawat bekas rampasan penjajah Jepang seperti pesawat Cureng, Cukiu, Nishikoreng, Guntei, Sansikisin dan Hayabusha.

Periode Tahun 1945-1949

Sejak awal kemerdekaan, TNI Angkatan Udara sudah berhasil menorehkan tinta emas dalam lembaran sejarah perjuangan bangsa. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Komodor Udara Agustinus Adisutjipto berhasil untuk pertama kalinya menerbangkan pesawat Cureng dengan identitas merah putih di langit Indonesia. Keberhasilan inilah yang menggerakkan semangat juang para pemuda untuk berusaha mengembangkan kekuatan udara nasional. Pada tanggal 29 Juli 1947, operasi udara pertama kali juga berhasil dilakukan oleh para Kadet yaitu Kadet penerbang Mulyono, Kadet penerbang Sitardjo Sigit dan Kadet penerbang Suharnoko Harbani dengan menyerang markas militer Belanda di kota Semarang, Salatiga dan Ambarawa.

Operasi udara ini dilakukan sebagai serangan balasan terhadap Agresi Militer Belanda pertama yang dilakukannya dengan menyerang kekuatan udara Republik Indonesia yang berpusat di Pangkalan Udara Maguwo, Bugis, Maospati, Panasan, Cibeureum dan Kalijati. Pada tanggal 17 Oktober 1947 dilaksanakan penerobosan blokade Belanda melalui udara di Kalimantan dengan melakukan Operasi Lintas Udara dengan menerjunkan 13 orang pasukan payung. Pada bidang yang lain, para personel perhubungan TNI Angkatan Udara juga berperan aktif mendukung jaringan komunikasi dalam perang gerilya dengan mendirikan berbagai pemancar radio seperti Stasiun Radio PHB “ZZ” di Payakumbuh, Stasiun Radio “UDO”, dan Stasiun Radio “PD 2” di Kutaraja serta Stasiun Radio “NBM” di Lhok Nga, Aceh, serta Stasiun Radio “SNM” di Burma yang memberitakan Kemerdekaan Republik Indonesia ke luar negeri.

Periode Tahun 1950-1959

Pada periode ini TNI AU melakukan pengembangan dan konsolidasi dengan menggantikan alutsista peninggalan Jepang. Dirgantara Indonesia mulai dihiasi dengan kehadiran pesawat-pesawat lebih modern seperti P-51 Mustang, B-25 Mitchel, B-26 Invander, C-47 Dakota, AT-16 Harvard, Piper Cub L-4J, Cessna L-19, Cessna 180, Albatros, Vampire Trainer DH-115, Piper Cub, Mark-2 Auster, PBY Catalina, IL-28 Ilyusin, Mig-15, Mig-17, Bell 47G-2 Trooper, MI-4, SM-1, IL-14 Avia, BT-13 Valiant, Hiller-360 Utility, Bell-47G.

Dalam periode ini, TNI AU melaksanakan tugas dalam rangka mempertahankan kedaulatan negara. Berbagai operasi penumpasan pemberontakan berhasil dilaksanakan secara gemilang. Diantaranya adalah operasi penumpasan pemberontakan PKI Madiun, PRRI/Permesta, Republik Maluku Selatan dan DI/TII.

Periode Tahun 1960-1969

Dekade ini, TNI AU tumbuh menjadi kekuatan yang sangat disegani di kawasan Asia Tenggara. Pengadaan alutsista diwarnai dari Blok Barat dan Blok Timur. Alutsista yang berasal dari Blok Timur antara lain pesawat Mig-19, Mig-21, AN-12 Antonov, TU-16, Helikopter MI-4, MI-6, L-29 Dholphin, Radar Nysa dan Rudal SAM-75. Sedangkan dari Blok Barat didatangkan pesawat C-130 Hercules, C-140 Jet Star, Helikopter Bell-47J Ranger, Bell-204B Iroquis, S-58T Sikorsky, T-34A Mentor, serta Radar Decca. Dengan kekuatan udara tersebut, TNI AU berhasil melaksanakan operasi merebut Irian Barat (Operasi Trikora), Operasi Dwikora terkait konfrontasi Indonesia-Malaysia, dan Operasi Penumpasan G-30 S/PKI.

Periode Tahun 1970-1979

Pada pertengahan tahun 70-an, TNI AU secara bertahap diperkuat oleh beberapa alutsista baru seperti pesawat OV-10 Bronco, F-86 Sabre, T-33 Bird, Fokker F-27, T-34C Mentor Charlie, Helikopter Puma SA-330, Helikopter Latih bell 47G Sioux, Bell-204B Iroquis, serta AT-16 Harvard.

Periode Tahun 1980-1989

Dekade 80-an, hadir pesawat tempur F-5 Tiger II, pesawat A-4 Sky Hawk dan pesawat latih jenis Hawk MK-53, Boeing 737 yang mempunyai kemampuan pengintaian dan pengamatan wilayah permukaan serta pesawat angkut ringan Cassa-212-200 Aviocar sebagai kekuatan Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh. Datangnya pesawat Multirole F-16 Fighting Falcon pada akhir tahun 1989 telah menambah keperkasaan TNI AU, serta Radar Thomson dan Plessey. Untuk membentuk penerbang-penerbang muda, didatangkan pesawat AS-202/ 18 A Bravo sebagai pesawat latih mula.

Periode Tahun 1990-1999

Memasuki periode 1990-an, TNI AU kembali menambah kekuatan dengan datangnya pesawat CN-235, NAS 332 Super Puma, dan Radar Plessey AR 325, jenis Hawk 100/200 yang ditempatkan di Skadron Udara 12 dan Skadron Udara 1.

Periode Tahun 2000-2010

Memasuki tahun 2000-an, secara bertahap TNI AU berbenah diri dalam mengembangkan kemampuan dan kekuatannya dengan menghadirkan pesawat Sukhoi SU-27 dan SU-30 dari Rusia. Pesawat yang memiliki kemampuan jelajah dan manuverabilitas yang cukup tinggi, dan memiliki kemampuan combat radius sejauh 1.500 km serta jarak jelajahnya maksimal 4.000 km ini ditempatkan di Skadron Udara 11 Lanud Hasanuddin, agar apabila ada pesawat asing yang berusaha memasuki wilayah udara Indonesia di sekitar negara Timor Leste atau Papua, Sukhoi mampu mencegahnya. Selain itu, di dekade ini dilengkapi pesawat latih dasar KT-1 Woong Bee, Helikopter EC-120 Colibri, NAS-332Super Puma, SF-260 Marchetti, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT. Dirgantara Indonesia.

Periode Tahun 2011- sekarang

Di dekade ini, Angkatan Udara melengkapi kekuatan alutsistanya dengan Su-30, F-16 CD, T-50i Golden Eagle, Super Tucano, G-120 TP-A, T-4D/R-172/182T, EC-725 Caracal, C-130 Hercules, B-737, F-28, Cassa-212, CN 295, dan CN-235. dilengkapi pesawat latih dasar, Colibri, dan CN-235-220 MPA dan CN-295 buatan PT. Pada periode ini, TNI AU juga membentuk Skadron 45 VIP/VVIP, Skadron Udara 51 Elang Pengintai dengan pesawat UAV di Lanud Supadio, pembentukan Skadron Udara 16 di Lanud Roesmin Nuryadin dengan alutsista Pesawat F-16C/D-52ID, pembentukan Skadron Udara 27 di Lanud Manuhua, Biak dengan alutsista Pesawat CN-235 serta Skadron Udara 33 Lanud Hasanuddin dengan alutsista Pesawat Hercules C-130.